#30harimenulis 30 Kenapa Menulis?

Because the biggest lie I tell myself is “I don’t need to write that down, I’ll remember it”. Meh!

Seringkali saya memutuskan untuk tidak mencatat apapun ide yang melintas di otak saya dan meyakinkan diri bahwa saya akan mengingatnya dan tidak mungkin lupa. Berhasil? Seringnya ngga LOL. Lebih ngga tau diri lagi karena saya ngga nyadar kalau saya ini seseorang yang lumayan pelupa. Jangankan untuk ide yang munculnya random lalu gampang menghilang, mengingat hari atau tanggal pun kadang saya harus diingatkan berkali-kali.

Saya ini seorang ‘quotes hoarder’, penimbun banyak quotes bagus (dan kasar), jadi rasanya suka agak-agak gondok gitu kalau quote di otak saya tiba-tiba hilang gara-gara saya terlalu malas menulis. Belajar dari situ, karena saya memang dari sananya hobi nulis, saya makin membiasakan diri untuk banyak mencatat ide apapun yang datang tiba-tiba. Menulis jadi sangat membantu ketika ingin mengingat sesuatu, entah itu quotes, momen, atau apapun.

The bigger picture from that, bertumbuh sebagai orang yang menghabiskan lebih banyak waktu dengan menyendiri dan tidak bicara terlalu banyak pada dasarnya menambah rasa kebutuhan saya untuk punya ‘lawan bicara’ atau paling tidak ‘tempat bicara’. Menulis menjadi pilihan utama waktu itu (kalo sekarang mungkin pilihan keduanya nge-vlog). Sejak pertama saya menulis jurnal zaman SD, saya serta-merta merasa telah menemukan ‘tempat bicara’ saya yang terbaik. Kertas ngga bakal ember (kecuali dibaca orang kepo), kertas ngga bakal protes segimanapun kasarnya bahasa saya, kertas pengingat yang baik tempat saya memutar lagi memori-memori yang ingin saya gali atau bahkan memori-memori yang sama sekali saya tak ingin saya ingat lagi.

Semua hal yang tertulis meninggalkan jejak, tak terhapus waktu atau ingatan manusia yang memiliki keterbatasan. Jika saya menyempatkan diri untuk membaca tulisan-tulisan saya lagi sejak dulu, ada kesan pertumbuhan yang saya dapat melihat cara saya menulis dari tahun ke tahun dan entah mengapa itu menyenangkan karena saya melihat adanya perkembangan saya sebagai seorang pribadi secara signifikan dalam cara berpikir .

Hubungan saya dengan menulis seperti juga yang pernah diungkapkan Gita Diani mengalami fase love and hate. Adakalanya saya menulis hampir setiap hari tanpa tuntutan tapi adakalanya juga saya hanya mengedikkan bahu dan bilang “I’ve stop chasing my dream and embarrassing myself”. Berkali-kali saya mengatakan pada diri sendiri (dan orang lain terkadang) bahwa saya sudah berhenti menulis. Tapi kalau saya pikir, menulis tidak pernah salah. Saya yang salah karena saya tidak bisa mengejar dan mewujudkan cita-cita saya. Saya membenci harapan terlalu tinggi saya yang tidak tercapai, bukan membenci ‘menulis’.

Jadi disini saya mengakui dan mencoba menyingkirkan ego saya untuk menurunkan sedikit cita-cita saya yang ambisius. Sebagian besar hati saya mengatakan kalau saya tidak bisa berhenti menulis. Karena di setiap tahun, setiap film, setiap waktu saya selalu tahu kalau saya selalu ingin menulis.

So biggest THANKS untuk event ini dan admin-admin dibalik berjalannya #30harimenulis setiap tahun telah mewadahi orang-orang seperti saya yang perlu mengeksplor kebiasaan menulisnya. Terima kasih juga untuk teman-teman yang menyempatkan diri saling membaca karya teman-teman yang lain. Akhirnya, selesai juga. Mudah-mudahan tahun depan masih bisa mengikuti event ini lagi. Sampai jumpa!

Tinggalkan komentar